STIKes
AISYAH PRINGSEWU LAMPUNG PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi,
Agustus 2013
Lenawati
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN KURIPAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA
AGUNG KABUPATEN TANGGAMUS
TAHUN 2013
iv+54 halaman+2 Gambar+8 Lampiran
ABSTRAK
Penyakit
ISPA dapat menyerang semua umur, baik orang dewasa, remaja, atau balita, dari
golongan tersebut yang paling rentan terserang ISPA adalah bayi dan balita. Menurut
Depkes RI (2006) faktor penyebab terjadinya ISPA diantaranya adalah pengetahuan,
kelengkapan Imunisasi dan keberadaan anggota keluarga yang merokok. Tujuan dalam
penelitian ini adalah Diketahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Kuripan Wilayah Kerja
Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013.
Jenis
penelitan ini adalah kualitatif menggunakan desain analitik dengan pendekatan cross
sectional. Penelitin ini dilakukan di Kelurahan Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung pada bulan Juni 2013. Subjek dalam penelitian ini adalah semua ibu yang
memiliki balita di Kelurahan Kuripan Wilayah Kerja Puskesmas Kota Agung
sebanyak 977 orang dan diambil sampel penelitian sejumlah 91 orang. Alat
pengumpul data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner tentang pengetahuan,
kebiasaan merokok didalam rumah dan kejadian ISPA pada balita serta kelengkapan
imunisasi menggunakan lembar obserfasi KMS. Analisa data bivariat menggunakan uji
chi square.
Hasil
penelitian diperoleh pengetahuan tentang ISPA sebagian besar kurang baik yaitu
62 orang (68,1%),
balita yang mendapatkan imunisasi lengkap yaitu 55 balita (60,4%), dan keluarga
balita yang merokok didalam rumah yaitu 55 (60,4%), sebagian besar balita
mengalami ISPA yaitu 47 balita (51,6%). Hasil uji Statistik diperoleh ada
hubungan antara pengetahuan (p value = 0,001), kelengkapan imunisasi (p value =
0,004) dan kebiasaan merokok didalam rumah (p value = 0,000) dengan kejadian
ISPA pada balita. Diharapkan bagi Petugas Kesehatan dapat meningkatkan
program promosi kesehatan pencegahan terjadinya ISPA kepada ibu dengan melakukan
penyuluhan tentang pemberian imunisasi lengkap pada bayi dan pemberian ASI
eksklusif pada bayi 0-6 bulan, serta meningkatkan pola hidup bersih dan sehat
(PHBS).
Kata
Kunci : ISPA, Balita
Kepustakaan
: 22 (2004-2013)
STIKes
AISYAH PRINGSEWU LAMPUNG PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
essay, Agustus 2013
Lenawati
THE FACTORS RELATED TO ACUTE RESPIRATORY
INFECTION (ISPA) DISEASE INCIDENCE IN CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD AT
KELURAHAN KURIPAN, WORKING AREA OF PUSKESMAS KOTAAGUNG KABUPATEN TANGGAMUS
2013
iv+54 Page+2 Picture+8 enclosure
ABSTRAK
Acute respiratory infection (ISPA)
disease can affect all ages, either adult, adolescent or children under five
years old. The most vulnerable of acute respiratory infection (ISPA) disease
were babies and children under five years old. Department of health, Republic
of Indonesia stated that some causing factors of acute respiratory infection
(ISPA) disease were knowledge, immunization completeness, and the presence of
family members who smoke.
The objective of this study was to
analyze some factors related to acute respiratory infection (ISPA) disease
incidence in children under five years old at Kelurahan Kuripan, working area
of Puskesmas Kota Agung Kabupaten Tanggamus in June 2013. This study was
analytical observational with cross- sectional approach. The population were all
mothers who had children under five years old (977 people) at Kelurahan
Kuripan, working area of Puskesmas Kota Agung. Ninety one (91) people were
included as the sample. The data was collected by using questionnaires that
were about knowledge, smoking habit, acute respiratory infection (ISPA) disease
incidence in children under five years old, and immunization completeness by
using observation sheet of KMS. Chi square was used for analyzing the data.
The result showed that the lack of
knowledge of acute respiratory infection (ISPA) disease was sixty two (62)
people (68.1 %), the children under five years old who had immunization
completeness were fifty five (55) children (60.4 %), and the presence of family
members who smoke were fifty five (55) people (60.4 %). The children under five
years old who had acute respiratory infection (ISPA) disease were forty seven
(57) children (51.6 %). The statistical test result showed that there was
correlation among knowledge (p value = 0.001), immunization completeness (p
value = 0.004), and the smoking habit (p value = 0.000) to acute respiratory
infection (ISPA) disease incidence in children under five years old. The health
practitioners were suggested to conduct the health promotion programs to
prevent acute respiratory infection (ISPA) disease, for example: the counseling
of immunization completeness and breast feeding for babies 0 to 6 months old,
and increasing the healthy lifestyles.
Keywords
: acute respiratory infections (ISPA), children under five years old
Bibliography
: 22 (2004-2013)
PENDAHULUAN
Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen,
yang disebabkan oleh berbagai penyebab. Antara lain : virus, bakteri dan jamur.
Salah satu penularan ISPA adalah melalui udara yang tercemar dan masuk kedalam
tubuh melalui pernafasan. Penyakit ISPA dapat menyerang semua umur, baik orang
dewasa, remaja, atau balita. Dari golongan tersebut yang paling rentan
terserang ISPA adalah bayi dan balita (Rahmawati, 2012). Riset WHO (World
Health Organization) pada tahun 2007 yang dikutip oleh Siswono (2008)
menyebutkan bahwa ± 13 juta
balita di dunia meninggal akibat ISPA setiap tahun dan sebagian besar kematian
tersebut terdapat di Negara berkembang. Insidens kematian balita akibat
ISPA di negara berkembang di atas 40 per 1000 kelahiran hidup pertahun pada
golongan usia balita (Siswono, 2008).
Penyebab
kematian pada kelompok bayi dan balita di Indonesia ISPA selalu menempati
urutan pertama, selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak
di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2009
menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian bayi terbesar pada balita dengan
persentase 22,30% dari seluruh kematian balita. ISPA juga merupakan salah satu
penyebab utama kunjungan pasien pada sarana kesehatan. Sebanyak 40% - 60%
kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian rawat
jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Depkes RI, 2009).
Beradasarkan
hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) di Provinsi Lampung tahun 2010 penyakit
ISPA merupakan penyakit saluran pernapasan yang banyak diderita oleh responden
18.8% diikuti oleh pneumonia 0,8%. Prevalensi ISPA
berdasarkan karakteristik responden berdasarkan umur responden, tampak bahwa
ISPA merupakan penyakit yang terutama diderita oleh bayi dan anak yaitu pada
umur 1-4 tahun sebesar 37,9%. Kabupaten Tanggamus menempati
urutan kedua
terbesar prevalensi ISPA yaitu 11,9% setelah lampung selatan 13,5% (Riskesdas, 2010).
Berdasarkan data
dinas kesehatan Tanggamus, pada tahun 2010 kejadian ISPA sebanyak 79.209
kasus, menduduki urutan pertama dari 10 besar penyakit, dengan persentase
paling besar adalah wilayah kerja puskesmas Kota Agung yaitu 35% (Dinkes
Tanggamus, 2011).
Usia Balita
adalah kelompok yang paling rentan dengan infeksi saluran pernapasan. Dampak
yang terjadi pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah kejang,
kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk. Sedangkan pada anak golongan umur
kurang dari 2 bulan adalah kejang, kesadaran menurun, mendengkur, mengi, demam
dan dingin. Menurut Depkes RI (2006) faktor penyebab terjadinya ISPA
diantaranya adalah pengetahuan, kelengkapan Imunisasi dan keberadaan
anggota keluarga yang merokok.
Puskesmas Kota Agung merupakan
salah satu tempat pelayanan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) di Kabupaten Tanggamus. Berdasarkan data SP2TP (Sistem Pencatatan dan Pelaporan
Terpadu Puskesmas) Kota Agung tahun 2011, ISPA menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbesar yaitu
sebesar 6.699 dengan 2.619 kasus dialami
oleh balita. Tahun 2012 kasus ISPA menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbesar
dan mengalami trend penurunan menjadi 4.762 dengan 2.021 kasus dialami oleh balita (SP2TP Kota Agung, 2012).
Dari hasil laporan bulanan
Puskesmas Kota Agung pada bulan januari tahun 2013, terdapat 443 kejadian ISPA
dengan 146 kasus dialami oleh balita. Jumlah balita pada bulan Januari 2013 di
wilayah kerja Puskesmas Kota Agung sebanyak 4511 balita (SP2TP Kota Agung ,Bulan
Januari 2013).
Dari 17 kelurahan yang berada
diwilayah kerja puskesmas Kota Agung wilayah yang paling dominan mengalami
kejadian ISPA pada balita adalah kelurahan Kuripan yaitu 98 kasus ISPA. dengan
jumlah balita sebanyak 977 (SP2TP Kota Agung ,bulan Januari
2013).
Hasil penelitian
Nindy dan Sulistyorini (2003) tentang hubungan Sanitasi Rumah dengan
Kejadian ISPA di Desa Sidomulyo Sidoarjo Penjaringan Sari Surabaya terdapat
hasil yang signifikan antara kondisi sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada
anak Balita (Chi-square, 0,001 < 0,05) (Nindy dan
Sulistyorini, 2003).
Berdasarkan
hasil presurvei yang peneliti lakukan dengan metode wawancara
bebas pada tanggal 15 Februari 2013 terhadap 10 ibu yang membawa balita
yang menderita ISPA di Kelurahan
Kuripan
didapat dari 10 ibu didapat 9 orang atau 90% tidak tahu pencegahan dan penyebab
terjadinya ISPA pada balita. Dari 10 ibu tersebut sebesar 4 orang (40%)
pemberian imunisasi tidak lengkap dan 6 orang (60%)
mengatakan lengkap. Sebesar 7 orang ibu (70%) mengatakan ada anggota keluarga
yang merokok dirumah.
Dari variabel lain yang peneliti observasi dari 10 ibu yang memiliki balita
semuanya telah menggunakan kompor gas untuk memasak, keluarga tidak ada yang
menderita ISPA dan kondisi lantai sebagian besar telah diplester dengan semen.
METODE
PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kualitatif, desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik dengan
menggunakan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel yang digunakan adalah 91 sampel yang
mengikuti penelitian di Kelurahan Kuripan Wilayah Kerja
Puskesmas Kota
Agung
dengan menggunakan Cluster
Random Sampling.
Alat pengumpul data pengetahuan
pada penelitian ini adalah kuesioner yang berisi 10 pertanyaan. Sedangkan alat
pengumpul data kelengkapan ibu dalam melaksanakan imunisasi adalah lembar
observasi dan kartu KMS.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1.
Distribusi
Pengetahuan tentang ISPA
Berdasarkan
tabel distribusi
frekuensi pengetahuan ibu tentang kejadian ISPA di Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013, dapat
diketahui sebesar
62 orang
(68,1%) memiliki
pengetahuan kurang baik dan sebesar 29 orang (31,9%) memiliki
pengetahuan baik.
2.
Distribusi
Kelengkapan Imunisasi pada Balita
Berdasarkan
tabel distribusi
frekuensi kelengkapan
imunisasi pada balita
di
Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013, dapat
diketahui sebesar
16 balita
(17,6%) mendapatkan
imunisasi lengkap dan sebesar 75 balita (82,4%) tidak
mendapatkan imunisasi lengkap.
3.
Keberadaan
Anggota Keluarga yang Merokok di Dalam Rumah
Berdasarkan
tabel distribusi
frekuensi keberadaan
angota keluarga yang merokok didalam rumah di Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013, dapat
diketahui sebesar
55 balita
(60,4%) memiliki anggota
keluarga yang merokok dialam rumah dan sebesar 36 balita (39,6%) yang anggota
keluarganya tidak merokok didalam rumah.
4.
Kejadian
ISPA pada Balita
Berdasarkan
tabel distribusi
frekuensi kejadian
ISPA pada balita di
Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013, dapat
diketahui sebesar
47 balita
(51,6%) mengalami
kejadian ISPA dan
sebesar 44
balita
(48,4%) yang tidak
mengalami kejadian ISPA.
5.
Hubungan
Pengetahuan Ibu tentang Kejadian ISPA dengan
Kejadian ISPA
pada Balita
Tabel 1
Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Kejadian ISPA
dengan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013
Pengetahuan
|
Kejadian
ISPA
|
Jumlah
|
P
Value
|
OR
Ci 95%
|
||||
Ya
|
Tidak
|
|||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
|||
Kurang
Baik
|
40
|
64,5
|
22
|
35,5
|
62
|
100
|
0,001
|
5,714
(2,108-15,467)
|
Baik
|
7
|
24,1
|
22
|
75,9
|
29
|
100
|
||
Jumlah
|
47
|
51,6
|
44
|
48,4
|
91
|
100
|
Berdasarkan tabel diatas tentang hubungan
pengetahuan ibu tentang kejadian ISPA
dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Kuripan Wilayah Kerja
Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013, dapat diketahui bahwa 64,5% ibu yang
pengetahuannya kurang baik memiliki balita yang mengalami ISPA, sedangkan 24,1%
ibu yang memiliki pengetahuan baik memiliki balita yang mengalami ISPA. Hasil
uji statistik chi square didapat nilai p value = 0,001 (0,001
< 0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan antara pengetahuan
ibu tentang keadian ISPA
dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Kuripan Wilayah Kerja
Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013.
OR didapat 5,714 artinya ibu dengan pengetahuan kurang baik memiliki risiko
balitanya terkena ISPA sebesar 5,714 kali dibandingkan dengan ibu yang
pengetahuannya baik.
6.
Hubungan
Kelengkapan
Imunisasi
pada
Balita dengan
Kejadian ISPA
pada Balita
Tabel 2
Hubungan
Kelengkapan
Imunisasi pada Balita dengan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung
Tahun
2013
Imunisasi
|
Kejadian
ISPA
|
Jumlah
|
P Value
|
OR
Ci 95%
|
||||
Ya
|
Tidak
|
|||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
|||
Tidak
Lengkap
|
14
|
87,5
|
2
|
12,5
|
16
|
100
|
0,004
|
8,909
(1,981-41,987)
|
Lengkap
|
33
|
44,0
|
42
|
56,0
|
75
|
100
|
||
Jumlah
|
47
|
51,6
|
44
|
48,4
|
91
|
100
|
Berdasarkan
tabel diatas tentang hubungan kelengkapan imunisasi pada balita dengan
kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Kuripan Wilayah Kerja
Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013, dapat diketahui bahwa 87,5% balita yang tidak
mendapat imunisasi lengkap mengalami ISPA, sedangkan 44,0% balita yang
mendapatkan imunisasi lengkap mengalami ISPA. Hasil uji statistik chi square
didapat nilai p value = 0,004 (0,004 < 0,05), maka dapat disimpulkan
ada hubungan antara kelengkapan
imunisasi pada balita dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013.
OR didapat 8,909 artinya balita yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap
berisiko mengalami ISPA sebesar 8,909 kali dibandingkan dengan balita yang
mendapatkan imunisasi lengkap.
7.
Hubungan
Keberadaan
Angota Keluarga yang Merokok di Dalam Rumah dengan Kejadian
ISPA
pada Balita
Tabel
3
Hubungan Keberadaan Anggota
Keluarga yang Merokok
di Dalam
Rumah dengan
Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013
Merokok
di dalam rumah
|
Kejadian
ISPA
|
Jumlah
|
P Value
|
OR
Ci 95%
|
||||
Ya
|
Tidak
|
|||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
|||
Ya
|
4
|
75,5
|
14
|
25,5
|
55
|
100
|
0,000
|
14,643
(5,043-42,519)
|
Tidak
|
6
|
16,7
|
30
|
83,3
|
26
|
100
|
||
Jumlah
|
47
|
51,6
|
44
|
48,4
|
91
|
100
|
Berdasarkan
tabel diatas tentang hubungan keberadaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dengan
kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Kuripan Wilayah Kerja
Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013, dapat diketahui bahwa 75,5% balita yang
keluarganya merokok didalam rumah mengalami ISPA, sedangkan 16,7% balita yang
keluarganya tidak merokok didalam rumah mengalami ISPA. Hasil uji statistik chi
square didapat nilai p value = 0,000 (0,000 < 0,05), maka dapat
disimpulkan hubungan
keberadaan
anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dengan kejadian
ISPA pada balita di Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013.
OR didapat 14,643 artinya balita yang kelaurganya merokok didalam rumah
berisiko mengalami ISPA sebesar 8,909 kali dibandingkan dengan balita yang
keluarganya tidak merokok didalam rumah.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penelitian
1. Hubungan
Pengetahuan Dengan Kejadian ISPA pada Balita
Berdasarkan
hasil
penelitian pada tabel
distribusi
frekuensi pengetahuan ibu tentang pencegahan ISPA di Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013, dapat
diketahui sebesar
62 orang
(68,1%) memiliki
pengetahuan kurang baik dan sebesar 29 orang (31,9%) memiliki
pengetahuan baik.
Menurut
Notoantmodjo (2010) faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pengalaman,
tingkat pendidikan budaya dan sosial ekonumi.
Masih
rendahnya
pengetahuan ibu tentang pencegahan ISPA di Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013, kemungkinan disebabkan karena kurangnya sosialisasi
informasi yang intensif dan berulang-ulang dari petugas kesehatan tentang
pencegahan ISPA kepada ibu-ibu menyebabkan ibu tidak memiliki pengalaman atau
objek yang jelas terhadap pencegahan ISPA dan juga kurang
aktifnya ibu untuk mencari informasi tentang pencegahan ISPA baik bertanya
kepada petugas kesehatan maupun berinisiatif mencari informasi melalui media
cetak maupun media elektronik dikarenakan ibu sibuk untuk bekerja karena sebagian
besar ibu bekerja sebagai buruh guna memenuhi kebutuhan rumah tangga, selain
itu
berdasarkan karakteristik ibu sebagian besar hanya memiliki tingkat pendidikan
hingga SMP, rendahnya
pendidikan sebagian besar responden dapat menyebabkan ibu mengabaikan
pentingnya mencari informasi mengenai pencegahan ISPA.
Hasil
uji statistik chi square didapat nilai p value = 0,001 (0,001 <
0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan antara pengetahuan ibu
tentang kejadian ISPA
dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Kuripan Wilayah Kerja
Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013.
Hasil
ini sejalan dengan penelitian Racmadenis (2010) ada
hubungan antara pengetahuan tentang penyakit penemonia dengan kejadian
penemonia pada balita di Kelurahan Pasir Gintung Bandar Lampung. P value = 0,002 CL 95%.
Menurut
Juniarti Sahar (2005) dalam semiloka nasional Women Health and Community
Outreach Model di Jakarta, rendahnya kualitas kesehatan anggota
keluarga termasuk anak disebabkan rendahnya pengetahuan seorang ibu terutama di
desa mengenai kesehatan. Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan
merupakan domain terpenting terbentuknya perilaku kesehatan seseorang.
Menurut
peneliti
terdapatnya hubungan yang antara pengetahuan ibu tentang pencegahan ISPA dengan
kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Kuripan Wilayah Kerja
Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013,
disebabkan karena
responden yang memiliki pengetahuan baik tentang ISPA akan memiliki suatu
pemahaman yang baik tentang pentingnya pencegahan ISPA secara kognitif kemudian
dimanifestasikan kedalam tindakan untuk melakukan pencegahan dengan menjaga
kebersihan baik personal hygiene diri balita maupun kebersihan lingkungan yang
dapat menjadi faktor pencetus terjadinya ISPA. Begitupun sebaliknya responden
yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang ISPA akan bertindak untuk tidak
melakukan pencegahan dengan tidak menjaga kebersihan baik personal hygiene
balita maupun kebersihan lingkungan sehingga rentan untuk mengalami ISPA.
Untuk
itu perlu adanya perhatian khusus dari petugas kesehatan dalam memberikan
informasi secara intensif dan berulang-ulang kepada ibu yang memiliki balita
tentang penyebab dan pencegahan terjadinya ISPA. Dengan
dilakukan sosialisasi secara berulang-ulang maka pengetahuan ibu akan meningkat. Hal ini
penting karena untuk menjadi sebuah pengetahuan yang dapat membentuk perilaku
diawali dari pemahaman tentang makna dari sebuah materi yang dipelajari secara
jelas.
2.
Hubungan
Kelengkapan Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Balita
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel distribusi
frekuensi kelengkapan
imunisasi pada balita
di
Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013, dapat
diketahui sebesar
16 balita
(17,6%) mendapatkan
imunisasi lengkap dan sebesar 75 balita (82,4%) tidak
mendapatkan imunisasi lengkap.
Menurut Depkes RI (2006) faktor penyebab terjadinya
ISPA diantaranya adalah pengetahuan, kelengkapan Imunisasi, keberadaan
anggota keluarga yang merokok, status gizi, pemberian ASI Eksklusif, umur,
jenis kelamin, pemberian Vitamin A, kepadatan hunian, Ventilasi, jenis Lantai,
kepemilikan lubang asap, jenis bahan bakar masak, keberadaan anggota keluarga
yang menderita ISPA.
Berdasarkan
teori diatas menurut peneliti persentase balita yang mengalami ISPA pada
katagori mendapatkan imuniasai lengkap, kemungkinan kejadian ISPA sebagian
besar disebabkan oleh faktor lain seperti keadaan gizi anak, dan polusi udara
baik didalam rumah maupun diluar rumah. Pemberian imunisasi lengkap hanyalah
salah satu cara untuk pencegahan terjadinya ISPA pada balita, akan tetapi bila
tidak disertai dengan pola hidup sehat pada keluarga misalnya adanya keberadaan
angota keluarga yang biasa merokok didalam rumah menyebabkan imunitas tubuh
balita menurun sehingga mudah terserang penyakit terutama penyakit yang
berkaitan dengan masalah pernapasan yaitu ISPA.
Hasil
uji statistik chi square didapat nilai p value = 0,004 (0,004 < 0,05),
maka dapat disimpulkan ada hubungan antara kelengkapan imunisasi pada balita dengan
kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Kuripan Wilayah Kerja
Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013.
Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh, Intan Sialoho
tentang Hubungan kelengkapan imunisasi dan status gizi dengan kejadian infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA) pada anak batita di desa Muara Panco Kecamatan
Sungai Manau Kabupatan Merangin tahun 2011. Hasil
penelitian menunjukkan ada hubungan kelengkapan imunisasi dengan kejadian ISPA
(p value = 0,001), Tidak ada hubungan kejadian ISPA dengan status gizi
berdasarkan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB (p value = 0,874, 0,535 dan
0,51).
ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang
ditandai dengan gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau
lendir yang berlangsung sampai dengan 14 hari (Depkes RI, 2012). Menurut Depkes
RI, (2006), salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita
adalah kelengkapan imunisasi. Imunisasi merupakan usaha memberikan
kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh
membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Tujuan diberikan
imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan
akibat penyakit tertentu.
3. Hubungan
Kebiasaan Merokok didalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.3 distribusi
frekuensi keberadaan
angota keluarga yang merokok didalam rumah di Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013, dapat
diketahui sebesar
55 balita
(60,4%) memiliki anggota
keluarga yang merokok dialam rumah dan sebesar 36 balita (39,6%) yang anggota
keluarganya tidak merokok didalam rumah.
Polusi
udara didalam rumah dari hasil pembakaran yang tidak sempurna yang berasal dari
kebiasaan merokok didalam rumah dapat menyebabkan terjadinya Peneumonia pada
balita (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan
teori diatas menurut peeliti tingginya persentase keluarga yang memiliki
kebiasaan merokok didalam rumah dapat meningkatkan risiko balita untuk
mengalami ISPA.
Hasil
uji statistik chi square didapat nilai p value = 0,000 (0,000
< 0,05), maka dapat disimpulkan hubungan keberadaan
anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dengan kejadian
ISPA pada balita di Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013.
Hasil
penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuwono di
wilayah kerja puskesmas Kawunganten kabupaten Cilacap tahun 2008 bahwa
diperoleh kesimpulan kebiasaan merokok mempunyai hubungan yang bermakna secara
statistik dengan kejadian pneumonia (p = 0,022). Besarnya risiko menderita
pneumonia dapat dilihat dari nilai OR = 2,7. ( Yuono, 2008).
Menurut Dachroni, (2012), terdapat seorang perokok
atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko anggota keluarga menderita
sakit, seperti gangguan pernapasan, memperburuk asma dan memperberat penyakit angina
pectoris serta dapat meningkatkan resiko untuk mendapat serangan
Peneumonia. Anak-anak yang orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit
saluran pernapasan seperti flu, asma pneumonia dan penyakit
saluran pernapasan lainnya. Gas berbahaya dalam asap rokok merangsang
pembentukan lendir, debu dan bakteri yang tertumpuk tidak dapat dikeluarkan,
menyebabkan bronchitis kronis, lumpuhnya serat elastin di
jaringan paru mengakibatkan daya pompa paru berkurang, udara tertahan di
paru-paru dan mengakibatkan pecahnya kantong udara.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan teori
diatas, menurut peneliti adanya hubungan antara kebiasaan merokok didalam rumah
dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Kuripan Wilayah Kerja
Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013,
disebabkan karena tingginya angka kebiasaan merokok didalam rumah pada keluarga
menyebabkan polusi udara yang menyebabkan kejadian ISPA pada balita.
Polusi udara dari asap rokok merupan indikator
menurunya kekebalan tubuh balita sebagai perokok pasif, karena perokok pasif
lebih beresiko untuk terkontaminasi oleh asap rokok dibandingkan perokok
aktif. Gangguan
kesehatan akibat merokok ataupun menghirup asap rokok (bagi perokok pasif) yang
umumnya adalah perempuan dan anak-anak. Hal ini tidak bisa dianggap sepele
karena beberapa penelitian memperlihatkan bahwa justru perokok pasiflah yang
mengalami risiko lebih besar daripada perokok sesungguhnya (Dachroni, 2003).
Sebaliknya adanya keluarga yang tidak
merokok didalam rumah memiliki balita ISPA. Menurut peneliti
disebabkan karena faktor lain seperti kondisi kecukupan gizi balita yang dapat
mempengaruhi kekebalan tubuhnya. Kekurangan gizi pada balita dapat menyebabkan
imunitas atau kekebalan tubuh terhadap penyakit menurun sehingga balita mudah
mengalami sakit.
Bagi masyarakat diharapkan untuk tidak mengkonsumsi
rokok karena dapat membahayakan kesehatan diri sendiri dan juga keluarga. Bagi
yang susah untuk menghindari rokok di sarankan untuk tidak merokok didalam
rumah karena polusi udara di dalam rumah akan lebih cepat terhirup oleh tubuh
di bandingkan pada ruangan terbuka atau di luar rumah.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pengetahuan ibu
tentang pencegahan ISPA di Kelurahan Kuripan Wilayah Kerja
Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013, sebagian besar kurang baik yaitu 62 orang (68,1%).
2. Balita di
Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013, sebagian besar mendapatkan imunisasi lengkap yaitu 75 balita
(82,4%).
3. Balita di
Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013, sebagian besar memiliki keluarga yang merokok didalam rumah
yaitu 55 balita (60,4%).
4. Balita di
Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013, sebagian besar mengalami ISPA yaitu 47 balita (51,6%).
5. Ada hubungan
pengetahuan ibu tentang keadian ISPA
dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Kuripan Wilayah Kerja
Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013. P value = 0,001, OR = 5,714.
6. Ada hubungan
kelengkapan
imunisasi pada balita dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013. P value = 0,004, OR = 8,909.
7. Ada hubungan
keberadaan
anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dengan kejadian
ISPA pada balita di Kelurahan
Kuripan Wilayah
Kerja Puskesmas Kota
Agung Tahun 2013. P value = 0,000, OR = 14, 643.
Saran
1.
Meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang cara pencegahan ISPA
2.
Ibu
yang berperan penting terhadap kesehatan balita agar memberikan imunisasi
lengkap pada anak berikutnya bila merencanakan memiliki anak kembali
3.
Bagi
Peneliti Selanjutnya dapat melakukan penelitian selanjutnya mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita melalui
variabel lain seperti lingkungan dan sanitasi dasar rumah sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Riset Operasional Intensifikasi
Pemberantasan Penyakit Menular Tahun 1999-2003. Jakarta. Dijen
PPM & Litbang
Departemen Kesehatan RI, 2005 Pedoman Penyelenggaraan
Imunisasi, Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pemberantasan dan
penanggulangan ISPA. Jakarta. Dijen PPM & Litbang
Departemen Kesehatan RI. 2009. Prevalensi ISPA di Indonesia. Dalam
www.depkes.go.id
dalam diakses tanggal 14 Februari 2013
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2010. Riset Kesehatan Dasar
2010. Provinsi Lampung
Dwi Rahmawati,
R. Hartono, 2012. ISPA/Gangguan Pernapasan pada Anak. Yogjakarta. Nuha
Medika
Hastono.
2007. Analisa data. Jakarta. FKMUI.
Juniardi, 2006. hubungan pendidikan dengan kejadian ISPA di
Kelurahan Pagesangan Wilayah Kerja Pagesangan Kota Mataram. Dalam www.scribd.com diakses
tanggal 12 Februari 2013
Nindy, Sulistyorini.2003. hubungan sanitasi rumah dengan
kejadian ISPA di kelurahan Sidomulyo, Sidoarjo penjaringan Sari Surabaya
Muttaqin,
A. 2008. Buku Ajar : Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem
Pernafasan.
Jakarta. Salemba Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo.2010. Ilmu
Prilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2005. Metode Penelitian Kesehatan.
Jakarta. Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Jakarta. Rineka Cipta
Puskesmas Kota
Agung, 2011. Profil Puskesmas Kota Agung Tahun 2011. Tanggamus.
Puskesmas Kota Agung.
Puskesmas Kota Agung, 2012. SP2TP Puskesmas Kota Agung Tahun
2011, 2012. Tanggamus. Puskesmas Kota Agung.
Puskesmas Kota Agung, 2013. SP2TP bulanan Puskesmas Kota Agung
Januari 2013 . Tanggamus. Puskesmas Kota Agung
STIKes Aisyah, 2012. Panduan Penulisan Skripsi. Pringsewu.
STIKes Aisyah.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. Bandung: CV.Alfabeta.
0 komentar:
Posting Komentar