STIKes
AISYAH PRINGSEWU LAMPUNG
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi,
Agustus 2013
Evi
Tamala
FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN FISIK YANG
MEMPENGARUHI
KEJADIAN
PNEUMONIA
PADA
BALITA DI
WILAYAH KERJA
UPT PUSKESMAS KOTA BUMI KABUPATEN
LAMPUNG UTARA TAHUN 2013
xv+ 63 halaman + 2 gambar + 11 Tabel + 8 Lampiran
ABSTRAK
Menurut WHO
(2006), pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada anak usia di bawah 5
tahun (balita), yaitu sekitar 19% atau sekitar 1,8 juta balita tiap tahunnya
meninggal karena pneumonia. Lingkungan yang berpengaruh dalam proses terjadinya Pneumonia
adalah lingkungan perumahan, di mana kualitas rumah berdampak terhadap
kesehatan anggotanya. Kualitas rumah dapat dilihat dari jenis atap, jenis
lantai, jenis dinding, kepadatan hunian dan jenis bahan bakar masak yang dipakai
serta prilaku merokok didaam runah (Candra, 2007).
Tujuan
dalam penelitian ini adalah diketahui faktor-faktor lingkungan fisik yang
mempengaruhi Peneumonia di wilayah kerja Puskesmas Kota Bumi Kabupaten Lampung
Utara tahun 2013.
Jenis
penelitan ini adalah kuantitatif dengan pendekatan kasus-kontrol atau case-control
study.
Penelitin ini dilakukan di
wilayah kerja Puskesmas Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara pada bulan
Juli-Agustus 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah adalah
16 balita yang terkena penemonia sebgai populasi kasus dan 16
balita yang tidak terkena peneumonia sebagai populasi control. Alat pengumpul
data pada penelitian ini adalah lembar observasi yang berisi tentang faktor
lingkungan yang meliputi Kondisi Lantai, kondisi dinding dan luas ventilasi dan kejadian
pneumonia pada balita. Analisa data bivariat menggunakan uji chi square.
Hasil
penelitian diperoleh
Ada
hubungan
jenis lantai rumah dengan terjadinya Peneumonia p value = 0,031, Tidak ada hubungan kondisi
dinding rumah dengan terjadinya Peneumonia p value = 1,000, Ada hubungan luas
ventilasi dengan terjadinya Peneumonia p value = 0,034, Tidak ada hubungan kepadatan
hunian dengan terjadinya Peneumonia p value = 0,075, Ada hubungan kebiasaan
merokok didalam rumah dengan terjadinya Peneumonia p value = 0,031.
Diharapkan bagi masyarakat diwilayah kerja puskesmas Kota Bumi agar menciptakan
kondisi lingkungan fisik yang sehat untuk menghindari kejadian pneumonia
padabalita.
Kata
Kunci :
Lingkungan Fisik, Kejadian Pneumonia pada balita
Kepustakaan
:
25 (2002-2013)
SCIENCE
STUDY NURSING PROGRAM
Thesis
, August 2013
Evi
Tamala
FACTORS AFFECTING PHYSICAL ENVIRONMENT
OCCURRENCE OF PNEUMONIA IN CHILDREN IN
THE WORK
UPT EARTH CITY HEALTH DISTRICT
NORTH LAMPUNG YEAR 2013
xv + 63 pages + 2 pictures + 11 tables + 8
Appendixes
ABSTRACT
According to WHO (2006), pneumonia is
the leading cause of death in children under 5 years of age (infants), which is
about 19% or about 1.8
million children under five die every year due to pneumonia. Spheres of
influence in the process of Pneumonia is a residential neighborhood, where the
quality of the health impact on its members. Quality of the home can be seen
from the type of roof, type of floor, wall type, density and type of
residential cooking fuel used in the home as well as smoking behavior (Chandra,
2007).
The
purpose of this research is known physical environmental factors that affect
pneumonia in health centers of Kota Bumi Regency of North Lampung regency in
2013.
This type of research is a quantitative
approach to case-control or case-control study. This research is conducted in
the health centers of Kota Bumi Regency of North Lampung regency in July-August
2013. The population in this study were 16 infants who were exposed to pneumonia
as the population and 16 cases of infants who were not exposed pneumonia as
population control. Means of collecting data in this study is the observation
sheet that contains about environmental factors which include the condition of
floors, walls and extensive ventilation conditions and the incidence of
pneumonia in infants. Bivariate data analysis using chi square test.
The results obtained There is a
relationship with the type of house floor pneumonia p value = 0.031, There is
no relationship with the occurrence of the condition of the walls of the house pneumonia
p value = 1.000, There is a broad relationship with the ventilation pneumonia p
value = 0.034, There is no relationship with the human density pneumonia p
value = 0.075, There is a relationship of smoking in the house with the pneumonia
p value = 0.031. Expected to work for the community health centers of Kota Bumi
Regency of in the region in order to create healthy physical environment to
avoid the incidence of pneumonia in infants.
Keywords
: Physical Environment, Pneumonia in children
Bibliography
: 25 (2002-2013)
PENDAHULUAN
Lingkungan permukiman dan perumahan
merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan determinan kesehatan
masyarakat. Banyak aspek kesejahtraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan
banyak penyakit yang dipengaruhi oleh lingkungan dan banyak penyakit dapat
dimulai, didukung atau ditopang oleh faktor-faktor lingkungan perumahan (Mulia,
2005).
Salah satu penyakit yang berhubungan
dengan rendahnya sarana lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat adalah Pneumonia,
yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)
biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala
klinis batuk, demam tinggi. Ciri Pneumonia antara lain napas sesak yang
ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas cepat diketahui
dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit, pada balita umur dua tahun
sampai lima tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita
umur dua bulan sampai dua tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per menit,
dan umur kurang dari dua bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit
(Kemenkes, 2011).
Faktor resiko penyebab pneumonia adalah
kurangnya pemberian ASI eksklusif, gizi buruk polusi udara dalam ruangan, BBLR,
kepadatan penduduk, kurangnya imunisasi Campak dan lingkungan perumahan yang
tidak memenuhi syarat (Kemenkes, 2011).
Lingkungan yang berpengaruh dalam proses
terjadinya Pneumonia adalah lingkungan perumahan, di mana kualitas rumah
berdampak terhadap kesehatan anggotanya. Kualitas rumah dapat dilihat dari jenis
atap, jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunian dan jenis bahan bakar masak
yang dipakai. Faktor-faktor di atas diduga sebagai penyebab terjadinya Pneumonia
(Candra, 2007).
Menurut WHO (2006), pneumonia merupakan
penyebab utama kematian pada anak usia di bawah 5 tahun (balita), yaitu sekitar
19% atau sekitar 1,8 juta balita tiap tahunnya meninggal karena pneumonia.
Angka ini melebihi jumlah akumulasi kematian akibat malaria, AIDS, dan campak.
Diperkirakan lebih dari 150 juta kasus pneumonia terjadi setiap tahunnya pada
balita di negara berkembang, yaitu sekitar 95% dari semua kasus baru pneumonia
di dunia (WHO, 2006).
Saat ini pneumonia masih tercatat
sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak balita. Menurut survei
kesehatan nasional (SKN) 2001, kematian bayi sebesar 27,6% dan kematian balita
sebesar 22,8% di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem pernapasan, terutama
pneumonia (Said, 2008).
Menurut UNICEF (2006), pneumonia
merupakan penyebab kematian terbesar pada usia anak-anak terutama di negara
berkembang seperti Indonesia. Angka kematian pneumonia pada balita diperkirakan
mencapai 21%. Adapun angka kesakitan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak
balita setiap tahunnya. Fakta yang sangat mencengangkan, oleh karena itu, kita
patut mewaspadai setiap keluhan panas, batuk, sesak pada anak dengan
memeriksakannya secara dini (Mansjoer, 2008).
Beberapa data Indonesia tentang
pneumonia antara lain, pneumonia adalah penyebab kematian 13,2 persen anak
balita di Indonesia. Pneumonia juga adalah penyebab kematian 12,7 persen anak
di Indonesia. Selain itu, 87,9 persen dari kasus flu burung di Indonesia
menderita pneumonia. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menyebutkan,
penyebab kematian balita karena pneumonia adalah nomor 2 dari seluruh kematian
balita (15,5%). Sehingga jumlah kematian balita akibat penumonia tahun 2010
adalah 30.470 balita (15,5% x 196.579), atau rata-rata 83 orang balita
meninggal setiap hari akibat pneumonia (Kemenkes, 2011).
Jumlah kasus pneumonia pada balita di
Propinsi Lampung tahun 2007 sebanyak 10.729 kasus terdiri dari 4346 (40,51%)
kasus di Bandar Lampung, 259 (2,41%) kasus di Lampung Selatan, 884 (8,23%)
kasus di Lampung Tengah, 238 (2,21%) kasus di Lampung Utara, 145 (1,35%) di
Lampung Barat,102 (0,95%) kasus di Tulang Bawang, 3931 (36,54%) kasus di Way
Kanan, 221 (2,04%) kasus di Tanggamus, 448 (4,17%) di Lampung Timur, 154
(1,43%) kasus di Metro (Dinkes Propinsi Lampung, 2007).
Berdasarkan Laporan Unit Program Penyehatan
Lingkungan (P2PL) dinas kesehatan Kabupaten Lampung Utara kasus kematian
akibat Peneumonia di Lampung Utara mengalami tren yang meningkat dari tahun
sebelumnya, pada tahun 2009 tercatat 17 kasus (0,39%), 2010 menurun menjadi 11
kasus (0,19%), tahun 2011 11 kasus (2,26%), dan meningkat kembali pada tahun
pada tahun 2012 sebanyak 17 kasus (0,37%). Berdasarkan wilayah kerja puskesmas,
kasus Peneumonia balita dengan realisasi penemuan dengan persentase tertinggi
ada di puskesmas Kota Bumi Kecamatan Kota Bumi (P2PL, Dinkes Kabupaten Lampung
Utara, 2012).
Berdasarkan SP2TP (Sistem Pencatatan dan
Pelaporan Tingkat Puskesmas) Kota Bumi tahun 2010 terdapat 475 (10,45%) kasus
Peneumonia pada balita dan tahun 2011 meningkat menjadi 506 kasus (11,09%)
Peneumonia pada balita (SP2TP Puskesmas Kota Bumi, 2012).
METODE
PENELITIAN
Jenis penelitian yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah kuantitatif, dengan menggunakan pendekatan
kasus-kontrol atau case-control study.
Sampel pada penelitian ini terdiri dari
dua kelompok sampel yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol, pada kelompok
kasus sampel yang diambil adalah seluruh penderita peneumonia pada satu bulan
terahir sebelum penelitian dilakukan yaitu sebanyak 16 penderita peneumonia
pada bulan Juli-Agustus tahun 2013, sedangkan pada kelompok kontrol sampel yang
diambil adalah balita yang tidak terkena peneumonia, diambil sebanyak 16 balita
sebagai kelompok kontrol.
Pengumpulan data pada penelitian ini
adalah pengisian lembar observasi hasil pengamatan secara langsung oleh
peneliti terhadap Kondisi Lantai, kondisi dinding, luas ventilasi, kepadatan
hunian, kebiasaan merokok didalam rumah dan kejadian Peneumonia pada balita di
puskesmas Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara.
Uji statistik yang digunakan untuk
membuktikan hipotesis adalah chi-squere dengan α : 0.05.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penelitian
1. Jenis Lantai
Rumah
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Jenis Lantai Rumah pada
Keluarga yang Memiliki Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bumi Kabupaten
Lampung Utara tahun 2013
Lantai Rumah
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
Tidak baik
|
13
|
34,4
|
Baik
|
19
|
65,6
|
Jumlah
|
32
|
100
|
2. Kondisi Dinding
Rumah
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Kondisi Dinding
Rumah pada Keluarga yang Memiliki Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bumi
Kabupaten Lampung Utara
tahun 2013
Kondisi Dinding Rumah
|
Jumlah
|
Persentase
(%)
|
Tidak baik
|
11
|
34,4
|
Baik
|
21
|
65,6
|
Jumlah
|
32
|
100
|
3. Keberadaan
Ventilasi
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Keberadaan
Ventilasi Rumah pada Keluarga yang Memiliki Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara
tahun 2013
Ventilasi Rumah
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
Tidak memenuhi syarat
|
17
|
53,1
|
Memenuhi syarat
|
15
|
46,9
|
Jumlah
|
32
|
100
|
4. Kepadatan Hunian
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian
pada Keluarga yang Memiliki Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bumi
Kabupaten Lampung Utara tahun 2013
Kepadatan Hunian
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
Padat
|
14
|
43,8
|
Tidak padat
|
18
|
56,3
|
Jumlah
|
32
|
100
|
5. Kebiasaan dalam
Rumah
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Kebiasaan
Merokok Didalam Rumah pada Keluarga yang Memiliki Balita di wilayah kerja
Puskesmas Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara tahun 2013
Kebiasan Merokok
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
Didalam rumah
|
19
|
59,4
|
Tidak didalam rumah
|
13
|
40,6
|
Jumlah
|
32
|
100
|
6. Kejadian
Pneumonia
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Kejadian Pneumonia pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara Tahun
2013
Kejadian Pneumonia
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
Pneumonia
|
16
|
50,0
|
Tidak Pneumonia
|
16
|
50,0
|
Jumlah
|
32
|
100
|
Pembahasan
Hasil penelitian
didapat pada balita yang mengalami pneumonia 76,9% tinggal dirumah yang
lantainya tidak memenuhi syarat. Lantai rumah yang tidak memenuhi syarat tidak
terbuat dari semen atau lantai rumah belum berubin. Rumah yang belum berubin juga
lebih lembab dibandingkan rumah yang lantainya sudah berubin. Risiko
terjadinya pneumonia akan lebih tinggi jika balita sering bermain di lantai
yang tidak memenuhi syarat.
Hasil penelitian
didapatkan juga tiga balita (23,1%) yang tinggal di lingkungan rumah dengan
kondisi lantai tidak memenuhi syarat tetapi tidak mengalami pneumonia, hal ini
disebabkan, hubungan antara jenis lantai dengan kejadian pneumonia pada balita bersifat
tidak langsung, artinya jenis lantai yang kotor dan kondisi status gizi balita
yang kurang baik memungkinkan daya tahan tubuh balita rendah sehingga rentan
terhadap kejadian sakit.
Menurut peneliti
jenis lantai tanah (tidak kedap air) memiliki peran terhadap proses kejadian pneumonia,
melalui kelembaban dalam ruangan karena lantai tanah cenderung menimbulkan
kelembaban. Lantai yang tidak kedap air dapat mempengaruhi kelembaban di dalam
rumah dan kelembaban dapat mempengaruhi berkembangbiaknya penyebab pneumonia.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa risiko balita terkena pneumonia akan meningkat jika tinggal
di rumah yang kondisi dinding rumahnya tidak memenuhi syarat.
Tidak adannya
hubungan antara jenis dinding dengan kejadian pneumonia kemungkinan disebabkan
oleh faktor lain yang berhubungan dengan pneumonia. Hasil penelitian didapat 6
balita (54,6%) yang tinggal dilingkungan rumah dengan dinding tidak memenuhi
syarat tetapi tidak mengalami pneumonia hal ini kemungkinan disebabkan oleh
status gizi balita yang baik sehingga tidak mudah terkena pneumonia. Begitu
juga sebaliknya terdapat 11 balita (52,4%) yang memiliki kondisi dinding
memenuhi syarat tetapi mengalami pneumonia hal ini kemungkinan disebabkan
karena balita memiliki status gizi yang kurang baik sehingga mudah mengalami
pneumonia.
Faktor gizi
sangat mempengaruhi kekebalan tubuh (imunitas) balita karena balita merupakan
kelompok rentan terhadap terjadinya penyakit seperti pneumonia (Kemenkes,
2011). Diharapkan pada keluarga yang memiliki balita untuk memenuhi kebutuhan
gizi balita seperti pemberian makanan tambahan dengan gizi tinggi meliputi
sayuran buah-buahan, bubur susu dan juga pemberian fitamin.
Menurut Depekes (2004) faktor risiko
yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita, salah satunya
disebabkan oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan
terjadinya Peneumonia pada balita adalah faktor lingkungan rumah, seperti tidak
tersedianya ventilasi atau sirkulasi udara yang memenuhi syarat.
Kurangnya sinar matahari yang masuk
kedalam rumah dapat menyebabkan ruangan didalam rumah menjadi lembab, ruangan
lembab menyebabkan vakteri penyebab penyakit seperti peneumonia, ISPA dan TBC
berkembang biak ddengn baik. Sinar matahari dapat membunuh bakteri atau virus,
sehingga dengan pencahayaan yang memadai akan mengurangi risiko terjadinya
pneumonia (Depkes, 2008).
Menurut peneliti adanya hubungan antara
luas ventilasi dengan terjadinya Peneumonia di wilayah kerja Puskesmas Kota
Bumi Kabupaten Lampung Utara tahun 2013, kemungkinan disebabkan sebagian besar
masyarakat memiliki ventilasi yang memenuhi syarat sehingga risiko balita
terkena pneumonia akan meningkat. Hasil observasi peneliti Luas ventilasi
rumah yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena tipe rumah yang kecil karena
kepemilikan tanah yang sempit. Ventilasi rumah lebih banyak hanya di rumah
bagian depan. Sementara pada bagian samping sudah berhimpitan dengan dinding
rumah tetangga.
Ventilasi rumah berkaitan dengan kelembaban
rumah, yang mendukung daya hidup virus maupun bakteri. Luas ventilasi rumah
selain bermanfaat untuk sirkulasi udara tempat masuknya cahaya ultraviolet juga
mengurangi kelembaban dalam ruangan. Kelembaban tinggi dapat disebabkan karena uap
air dari keringat manusia maupun pernapasan. Kelembaban dalam ruang tertutup dimana
banyak terdapat manusia di dalamnya lebih tinggi kelembaban dibanding diluar
ruang. Hal ini makin membahayakan kesehatan misalnya jika terdapat penyebab
pneumonia.
Disarankan bagi masyarakat di wilayah
kerja puskesmas Kota Bumi agar membuat vetilasi rumah yang memenuhi syarat
disetiap ruangan seperti kamar, dapur dan juga ruangan lainnya untuk
melancarkan sirkulasi udara masuk kedalam rumah. Bagi warga yang rumahnya
sudah berhimpitan dengan rumah tetangga disarankan uuntuk membuat pencahayaan
sinar matahati melalui atap rumah dengan mengganti genting dengan gending kaca.
Hasil penelitian juga didapat lima
balita (29,4%) yang memiliki ventilasi tidak memenuhi syarat tetapi tidak
mengalami pneumonia, hal ini kemungkinan imunitas balita dalam konsisi baik
karena telah mendatkan imunisasi. Selain faktor lingkungan kelengkapan
imunisasi juga dapat mempngaruhi kejadian pneumonia, oleh karena itu diharapkan
pada ibu yang memiliki balita agar memberikan imunisasi lengkap pada balita.
Tidak adanya hubungan antara kepadatan
hunian dengan kejadian pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Kota Bumi
Kabupaten Lampung Utara tahun 2013, kemungkinan disebabkan karena tingginya
persentase balita yang tinggal dengan tidak padat tetapi mengalami pneumonia
yaitu 12 balita (66,7%). Tidak adanya hingan antara kepadatan hunian dengan
kejadian pneumonia pada balita kemungkinan disebabkan oleh factor lain yang
menyebabkan balita seperti, ketersediaan ventilasi, kebiasaan merokok didalam
rumah dan juga penggunaan bahan bakar memasak yang tinggi polusi.
Begitu juga sebaliknya balita yang
tinggal di hunian padat tetapi tidak mengalami pneumonia kemungkinan disebabkan
karena meskipun balita tinggal di hunian yang padat tetapi memiliki lingkungan
yang baik seperti cukupnya ketersedian ventilasi, keberadaan lantai yang
memenuhi syarat dan status gizi yang baik sehingga balita tidak mudah terkena
pneumonia.
Menurut Depkes (2004) polusi udara
didalam rumah dari hasil pembakaran yang tidak sempurna yang berasal dari
kebiasaan merokok didalam rumah dapat menyebabkan terjadinya Peneumonia pada
balita.
Upaya pencegahan pneumonia dapat
dialkukan dengan pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang baik,
penghindaran pajanan asap rokok, asap dapur dan lain-lain, perbaikan lingkungan
hidup dan sikap hidup sehat, yang kesemuanya itu dapat menghindarkan terhadap
risiko terinfeksi penyakit menular termasuk penghindaran terhadap pneumonia
(Depkes, 2008).
Menurut peneliti adanya hubungan antara
kebiasaan merokok didalam rumah dengan terjadinya Peneumonia di wilayah kerja
Puskesmas Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara tahun 2013, disebabkan tingginya
persenttase keluarga yang memiliki kebiasaan merokok didalam rumah, risiko
balita terkena
pneumonia
akan meningkat jika tinggal di rumah yang penghuninya memiliki
kebiasaan merokok. Asap rokok bukan menjadi penyebab langsung
kejadian pneumonia pada balita, tetapi menjadi faktor tdak langsung yang
diantaranya dapat menimbulkan penyakit paru-paru yang akan melemahkan
daya tahan tubuh balita.
Balita yang orang
tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernapasan seperti flu,
asma pneumonia dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Gas berbahaya
dalam asap rokok merangsang pembentukan lendir, debu dan bakteri yang tertumpuk
tidak dapat dikeluarkan, menyebabkan bronchitis kronis, lumpuhnya serat elastin
di jaringan paru mengakibatkan daya pompa paru berkurang, udara tertahan di
paru-paru dan mengakibatkan pecahnya kantong udara.
Selain itu balita
merupakan kelompok yang rawan menderita sakit karena daya tahan tubuhnya rentan,
sehingga polusi udara dari asap rokok merupan indikator menurunya kekebalan
tubuh balita sebagai perokok pasif, karena perokok pasif lebih lebih beresiko
untuk terkontaminasi oleh asap rokok dibandingkan perokok aktif menyebabkan
balita berisiko mengalami penemonia.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Ada hubungan jenis
lantai rumah dengan terjadinya Peneumonia di wilayah kerja Puskesmas Kota Bumi
Kabupaten Lampung Utara tahun 2013. nilai p value = 0,031, OR
didapat 7,222.
2. Tidak ada hubungan kondisi
dinding rumah dengan terjadinya Peneumonia di wilayah kerja Puskesmas Kota Bumi
Kabupaten Lampung Utara tahun 2013. nilai p value = 1,000, OR
didapat 0,175.
3. Ada hubungan luas
ventilasi dengan terjadinya Peneumonia di wilayah kerja Puskesmas Kota Bumi
Kabupaten Lampung Utara tahun 2013. p value = 0,034, OR didapat
6,600
4. Tidak ada hubungan kepadatan
hunian dengan terjadinya Peneumonia di wilayah kerja Puskesmas Kota Bumi
Kabupaten Lampung Utara tahun 2013. didapat nilai p value = 0,075
(0,075 < 0,05). OR didapat 6,600.
5. Ada hubungan kebiasaan
merokok didalam rumah dengan terjadinya Peneumonia di wilayah kerja Puskesmas
Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara tahun 2013. nilai p value = 0,031
(0,031 < 0,05). OR didapat 7,222.
Saran
1. Peneliti
dapat dapat
mengaplikasikan hasil penelitian dalam masyarakat untuk menjelaskan tentang
cara pencegahan peneumonia dengan cara pemberian konseling pada dan pembagian
liflet disertai gambar yang menarik untuk meningkatkan minat baca pada ibu yang
memiliki balita sehingga dapat memahami tentang cara pencegahan dan penanganan
pneumonia pada balita.
2. Diharapkan bagi STIKes
Aisyah Pringsewu untuk melengkapi referensi buku yang berkaitan dengan
penaganan Peneumonia, sehingga dapat mempermudah mahasiswa untuk mencari teori
yang berkaitan dengan judul penelitian
3. Bagi masyarakat
khususnya bagi keluarga yang memiliki balita diharapkan dapat menciptakan
lingkungan yang sehat untuk meningkatkan derajat kesehatan keluarga.
4. Penelitian ini
perlu dikembangkan lebih lanjut dengan menggunakan parameter lain untuk
mengukur variabel yang diteliti dengan ukuran yang dan metode yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi,
2010.
Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta, Rineka Cipta.
Azwar,
Azrul, 2003. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan.
Jakarta : Mutiara Sumber.
Azwar,
Azrul. 2002. Pengantar Epidemiologi.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Chandra,
Budiman. 2006. Pengantar
Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC.
Depkes
RI, 2002.
Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA. Jakarta : Depkes
RI.
Depkes RI.
2004.
Etiologi ISPA & Pneumonia. Jakarta : Dirjen PPM & PL.
Depkes,
2007. Sistim Kesehatan Nasional (SKN) 2007. Jakarta : Depkes RI.
Dinkes
Kabupaten Lampung Utara, 2012. Laporan Tahunan Seksi P2PL Dinkes Lampung
Utara tahun 2012. Lampung : Dinkes Lampung Utara.
Dinkes
Propinsi Lampung, 2007. Profil dinas Kesehatan Propinsi Lampung tahun 2007.
Lampung : Dinkes Lampung.
Djojodibroto,
Darmanto. 2009. Respirologi
(respiratory medicine). Jakarta : EGC.
Hastono,
2007.
Analisis Data Kesehatan. Jakarta : FKM UI.
Kemenkes,
2011. Buletin Pneumonia 2011. Jakarta : Kemenkes RI.
Kemenkes,
2012. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta :
Kemenkes RI.
Kepmenkes
RI No.829 tahun 1999. Persyaratan Kesehatan Perumahan.
Jakarta : Repoblik Indonesia.
Mansjoer,
Arief , 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Misnadiarly,
2008. Penyakit
Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Balita,. Orang Dewasa, Usia Lanjut.
Jakarta : Pustaka Obor Populer.
Notoatmodjo, Soekidjo,
2005.
Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo,
Soekijo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Notoatmodjo,
Soekijo, 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Puskesmas
Kota Bumi tahun 2012. SP2TP Puskesmas Kota Bumi, 2012. Lampung Utara :
Puskesmas Kota Bumi.
Rahmawati, Dwi. Hartono, 2012. ISPA/Gangguan Pernapasan pada
Anak. Yogjakarta: Nuha Medika.
Rinaldi,
2010.
Gambaran pengetahuan ibu tentang ISPA pada anak di Puskesmas Medan Denai
Sumatera Utara. Dalam http//respositoryunsu// diakses tanggal 1 April 2013.
Said,
2008. Penemonia salah satu Peyebab utama Peningkatan AKB di Indonesia.
dalam http//skribs.com// diakses tanggal 1 April 2013.
Semedi, 2000. Faktor
Risiko Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita di Kawasan Perbukitan. Menoreh
Kabupaten Kulon Progo. Joyakarta : Tesis UGM.
Sulistyo,
2010. Hubungan sanitasi rumah secara fisik, pencemaran udara dalam rumah dan
pejamu dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada balita di
Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut Kota Surabaya. dalam
http//libraryunair// dikases tanggal 1 April 2013.
UNICEF/WHO,
2006. Buletin Pneumonia 2006. Jakarta : Depkes RI
Wijaya, 2005. Kesehatan Lingkungan. Jakarta :
Rineka Cipta
0 komentar:
Posting Komentar