STIKes
AISYAH PRINGSEWU LAMPUNG
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi,
Agustus 2013
Hendro
Martono
HUBUNGAN SANITASI DASAR DENGAN
TERJADINYA INFEKSI PENYAKIT KULIT PADA BALITA
DI
DESA MULYA SARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NEGRI AGUNG KABUPATEN WAY KANAN
TAHUN 2013
xv + 46 Halaman + 4 Tabel + 2 Gambar + 8 Lampiran
ABSTRAK
Salah
satu penyakit yang berhubungan dengan rendahnya sarana sanitasi dasar yang
tidak memenuhi syarat yaitu penyakit kulit yang disertai dengan rasa gatal, eritema,
papula, vesikula, erosi, membasah diskuamasi, linkenifikasi, dan
edema dan lain sebagainya. Berdasarkan SP2TP (Sistem Pencatatan dan
Pelaporan Tingkat Puskesmas) Negri Agung tahun 2011 terdapat 85 kasus dematitis
pada balita dan tahun 2012 meningkat menjadi 103 kasus. Tujuan dalam
penelitian ini adalah diketahui hubungan sanitasi dasar dengan
terjadinya Infeksi Penyakit Kulit pada balita di desa Mulya Sari wilayah kerja
Puskesmas Negri Agung Kabupaten Way Kanan tahun 2013.
Jenis
penelitan ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional.
Penelitin ini dilakukan di desa Mulya Sari wilayah kerja Puskesmas
Negri Agung Kabupaten Way Kanan pada bulan Juli tahun 2013. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua keluarga yang memiliki balita di desa Mulya Sari
wilayah kerja Puskesmas Mulya Sari Kabupaten Way Kanan tahun 2013 yang
berjumlah 478 orang
yang kemudian diambil sampel secara acak sebesar 83 orang. Alat pengumpul data
dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi sanitasi dasar dan juga
kejadian dermatitis. Analisa data bivariat menggunakan uji chi square.
Hasil
penelitian diperoleh Sanitasi dasar pada masyarakat di desa Mulya Sari sebagian
besar tidak memenuhi syarat yaitu 51 orang (61,4%), Balita di desa Mulya
Sari yang mengalami infeksi penyakit kulit sebanyak 23 balita (27,7%). Ada hubungan
sanitasi
dasar dengan terjadinya infeksi penyakit kulit pada balita di desa Mulya
Sari wilayah kerja Puskesmas Negri Agung Kabupaten Way Kanan tahun 2013. P
value = 0,007, OR = 6,237. Bagi petugas kesehatan dapat meningkatkan promosi
kesehatan tentang kriteria dan pentingnya sanitasi dasar dan kunjungan balita
keposyandu sebagai upaya yang pencegahan terjadinya infeksi penyakit kulit.
Kata
Kunci : Sanitas Dasar, Kejadian Infeksi Penyakit Kulit
Kepustakaan
: 23 (2005-2013)
STIKes
AISYAH Pringsewu LAMPUNG
SCIENCE
STUDY NURSING PROGRAM
Research,
August 2013
Hendro
Martono
RELATIONSHIP WITH BASIC SANITATION IN
THE EVENT OF SKIN DISEASE INFECTION CHILDREN IN VILLAGE WORK AREA OF MULYA SARI
HEALTH DISTRICT WAY KANAN AT 2013
xv + 46 Pages + 4 Tables + 2 Figures + 8 Appendix
ABSTRACT
One
of the diseases associated with poor sanitation facilities that do not meet the
basic requirements, namely skin diseases accompanied by itching, erythema,
papules, vesicles, erosions, moist discuamation, linkenification, and edema,
and so forth. Based SP2TP (Recording and Reporting System Level PHC) Supreme
Negrei in 2011 there were 85 cases dematitis in toddlers and in 2012 increased
to 103 cases. The purpose of this research is a known relationship to basic
sanitation by the Infectious Skin Diseases in toddlers Mulya Sari village
Puskesmas Negeri Way Kanan District at 2013 .
This
type of research is a cross sectional analytic approach. This research is
conducted in the village of Mulya Sari Puskesmas Negri Way Kanan at July 2013.
The population in this study were all families who have children in the village
Mulya Sari Puskesmas Way Kanan of Mulya Sari district at 2013, amounting to 478
people who then randomly sampled by 83 people. Means of collecting data in this
study using observation sheets and basic sanitation are also events dermatition.
Bivariate data analysis using chi square test .
The
results obtained in the basic sanitation in rural communities Mulya Sari
largely ineligible with 51 people ( 61.4 % ), Toddler Mulya Sari village in the
infection of skin disease were 23 infants ( 27.7 % ). There is basic sanitation
relationship with the occurrence of skin infections in infants Mulya Sari
village Puskesmas Negri Way Kanan District at 2013 . P value = 0.007, OR =
6.237. For health workers to improve health promotion of the criteria and the
importance of basic sanitation and toddlers visit keposyandu as prevention
efforts of infection skin diseases .
Keywords
: Basic Sanitas, Skin Genesis Infectious Diseases
Bibliography
: 23 (2005-2013)
PENDAHULUAN
Melalui Program Indonesia Sehat 2025 tujuan pembangunan kesehatan adalah
meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui
terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh
penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat. Konsep
tatanan rumah tangga sehat adalah tersediannya sanitasi dasar yang memenuhi
syarat diantaranya berkaitan dengan aspek lingkungan sehat, tersedia air
bersih, tersedianya jamban, kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni,
lantai rumah bukan dari tanah (Chandra, 2012).
Salah satu penyakit yang berhubungan dengan rendahnya sarana sanitasi dasar
yang tidak memenuhi syarat adalah infeksi penyakit kulit yang disertai dengan
rasa gatal, eritema, papula, vesikula, erosi, membasah diskuamasi,
linkenifikasi, dan edema dan lain sebagainya (Sediaoetama, 2010).
Infeksi penyakit kulit merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang kronik,
ditandai dengan rasa gatal, eritema, edema, vesikel, dan luka pada stadium
akut, pada stadium kronik ditandai dengan penebalan kulit (likenifikasi) dan
distribusi lesi spesifik sesuai dengan fase dermtitis atopik, keadaan ini juga
berhubungan dengan kondisi atopik lain pada penderita ataupun keluarganya.
(Fauzi, 2009).
Prevalensi infeksi penyakit kulit pada anak cenderung meningkat pada beberapa
dekade terakhir. Menurut International Study of Asthma and Allergies in
Children, prevalensi penderita Infeksi penyakit kulit pada anak bervariasi
di berbagai negara. Prevalensi Infeksi penyakit kulit pada anak di Iran dan
China kurang lebih sebanyak 2%, di Australia, England dan Scandinavia sebesar
20%. Prevalensi yang tinggi juga didapatkan di Negara Amerika Serikat yaitu
sebesar 17,2%. Pada penelitian Yuin Chew Chan dkk, di Asia Tenggara didapatkan
prevalensi Infeksi penyakit kulit pada orang dewasa adalah sebesar kurang lebih
20% (Zulkarnain, 2009).
Gambaran tentang infeksi penyakit kulit seperti dermatitis di Indonesia pada
berdasarkan karakteristik golongan umur terdapat sebanyak 145.233 (15,2%)
dialami oleh balita, tahun 2008 sebanyak 213.574 (22,1%) balita dan tahun 2009
meningkat menjadi 277.341 (26,4%) balita. (www.Depkes.go.id).
Dipropinsi Lampung terdata sebanyak 7101 (10,2%) balita menderita infeksi
penyakit kulit pada tahun 2009, pada tahun 2010 sebanyak 5927 (7,8%) balita dan
sebanyak 6173 (8,4%) balita pada tahun 2011 (Profil Kesehatan Lampung, 2011).
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan ancaman penyakit infeksi
penyakit kulit pada balita cenderung mengalami peningkatan pada tahun 2010
terdata sebanyak 671 kasus, tahun 2011 sebanyak 825 kasus peningkatan kasus
dermatitis lebih banyak terjadi di wilayah yang kondisi lingkunganya tidak
bersih (Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan, 2011).
Berdasarkan SP2TP (Sistem Pencatatan dan Pelaporan Tingkat Puskesmas) Negri
Agung tahun 2011 terdapat 85 kasus infeksi penyakit kulit pada balita dan tahun
2012 meningkat menjadi 103 kasus (SP2TP Negri Agung, 2012).
Menurut Laporan Bulanan P2M (Pemberantasan Penyakit Menular) Wilayah Kerja
Puskesmas Negri Agung hingga periode Januari 2013 terdapat 50 kasus penderita
infeksi penyakit kulit dengan proporsi tertinggi lebih banyak dialami oleh
balita yaitu sebesar 35 orang. Dari laporan P2M tersebut dapat diketahui bahwa
desa Mulya Sari Agung merupakan desa dengan angka infeksi penyakit kulit pada
balita tergolong tinggi yaitu sebesar 28 kasus infeksi penyakit kulit (Laporan
Bulanan Puskesmas Negri Agung, 2013).
Masalah lain yang muncul di Desa Mulya Sari yang masuk dalam Wilayah Kerja
Puskesmas Negri Agung tahun 2013 adalah cakupan program yang belum tercapai
khususnya berkaitan dengan aspek sanitasi dasar yaitu pemanfaatan air bersih
tercapai 49% atau 15.9270 rumah, jamban yang memenuhi syarat kesehatan 63% atau
20.378 rumah, SPAL (Sistem Pembuangan Air Limbah) yang memenuhi syarat
kesehatan hanya 40% atau 13.002 rumah dan tempat pembuangan sampah yang
memenuhi syarat 43% atau 13.977 rumah (SP2TP Negri Agung, 2013).
Berdasarkan hasil presurvei pada tanggal 30 Januari tahun 2013 dengan teknik
observasi terhadap dasa wisma (10 rumah) yang memiliki balita di Desa Mulya
Sari didapat sebesar (60%) mereka tidak memiliki sumur gali mereka mendapatkan
air untuk MCK (mandi, cuci, kakus) yang berasal dari sungai. Selain itu dari 10
rumah tersebut 9 (90%) tidak memiliki tempat penampungan sampah dan sebesar 5
(50%) kondisi lantai rumah adalah tanah. Berdasarkan hasil wawancara bebas
kepada 10 responden 4 (40%) mengatakan balitanya mengalami penyakit kulit
dengan ditandai rasa gatal, melepuh, dan bintil-bintil yang mengandung air, serta
berwarna kemerahan.
Kenyataan diatas merupakan indikator kesadaran masyarakat yang masih rendah.
Menurut L Blum dalam Bambang Murwanto (2005) faktor yang sangat mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat adalah faktor lingkungan meliputi sanitasi dasar
rumah tangga yang terdiri dari Indikator rumah tangga yaitu memiliki akses
terhadap air bersih, akses jamban sehat, dan kondisi rumah yang bersih.
Rendahnya fasilitas sarana sanitasi dasar menyebabkan balita harus
menghadapi berbagai ‘musuh’ yang mengancam jiwa. Virus, bakteri, dan berbagai
bibit penyakit sudah siap menerjang masuk ke tubuh balita yang masih memiliki
imunitas rendah (Iriannie Wijaya, 2005).
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah survey analitik yang mencoba menggali
bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi dengan menggunakan
pendekatan cross sectional.
Teknik pengambilan sampel menggunakan
simple
Random Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 83 sampel yang
mengikuti penelitian di di
desa Mulya Sari wilayah kerja Puskesmas Mulya Sari Kabupaten Way Kanan pada
bulan Agustus 2013. Alat
pengumpul data pada penelitian ini adalah lembar observasi yang sanitasi
dasar berdasarkan Depkes (2006). untuk menentukan katagori sanitasi
dasar, peneliti mengunakan uji normalitas data mean/median sehingga hasil
didapat lingkingan memenuhi syarat = < Median (8,00) dan lingkungan
memenuhi sarat > Median (8,00). Sedangkan untuk
variabel terjadinya infeksi penyakit kulit menggunakan
lembar observasi terhadap kejadian Infeksi penyakit kulit pada balita.
Uji statistik yang digunakan untuk membuktikan
hipotesis adalah chi-squere dengan α : 0.05 dan Perhitungan
persentase
menggunakan bantuan program
computer SPSS versi 19.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
a.
Sanitasi Dasar
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Sanitasi Dasar pada
Masyarakat di Desa Mulya
Sari wilayah kerja Puskesmas Negri Agung Kabupaten Way Kanan
tahun 2013
Sanitasi Dasar
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
Tidak memenuhi syarat
|
51
|
61,4
|
Memenuhi syarat
|
32
|
38,6
|
Jumlah
|
83
|
100
|
Berdasarkan tabel distribusi
frekuensi sanitasi dasar pada masyarakat di desa Mulya Sari wilayah kerja
Puskesmas Negri Agung Kabupaten Way Kanan tahun 2013, dapat diketahui
sebesar
51 orang (61,4%) memiliki
sanitasi dasar yang tidak memenuhi syarat dan sebesar 32 orang (38,6%) memiliki
sanitasi dasar yang memenuhi syarat.
b. Kejadian Infeksi
Penyakit Kulit
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Kejadian Infeksi Penyakit
Kulit
pada Balita di
Desa Mulya Sari Wilayah Kerja Puskesmas Negri Agung Kabupaten Way
Kanan tahun 2013
Kejadian Infeksi
Penyakit Kulit
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
Ya
|
23
|
27,7
|
Tidak
|
60
|
72,3
|
Jumlah
|
83
|
100
|
Berdasarkan tabel distribusi
frekuensi kejadian infeksi penyakit kulit pada balita di desa Mulya
Sari wilayah kerja Puskesmas Negri Agung Kabupaten Way Kanan tahun 2013, dapat
diketahui sebanyak
23 balita
(27,7%) mengalami
dermatitis dan
sebanyak
60 balita
(72,3%) tidak mengalami
dermatitis.
Hubungan Sanitasi Dasar dengan
Terjadinya Infeksi Penyakit Kulit pada balita.
Berdasarkan tabel diatas tentang hubungan
sanitasi dasar dengan terjadinya Infeksi penyakit kulit pada balita di desa Mulya
Sari wilayah kerja Puskesmas Negri Agung Kabupaten Way Kanan tahun 2013, dapat diketahui
bahwa 39,2% balita dengan kondisi sanitasi dasar yang tidak memenuhi syarat
mengalami infeksi
penyakit kulit,
sedangkan 9,4% balita dengan kondisi sanitasi dasar yang memenuhi syarat juga
mengalami infeksi
penyakit kulit.
Hasil uji statistik chi square didapat nilai p value = 0,007 (0,007 <
0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan sanitasi dasar dengan
terjadinya infeksi penyakit kulit pada balita di desa Mulya Sari wilayah kerja
Puskesmas Negri Agung Kabupaten Way Kanan tahun 2013. OR didapat 6,237
artinya balita dengan kondisi sanitasi dasar yang tidak memenuhi syarat
berisiko mengalami infeksi penyakit kulit sebesar 6,237 kali dibandingkan
dengan balita yang kondisi sanitasi dasar memenuhi syarat.
Pembahasan
1. Sanitasi dasar
Menurut
peneliti tingginya proporsi sanitasi dasar dalam kategori tidak memenuhi syarat
di
desa Mulya Sari wilayah kerja Puskesmas Negri Agung Kabupaten Way Kanan tahun
2013,
kemungkinan pertama disebabkan adanya kaitan dengan rendahnya pengetahuan
masyarakat tentang kriteria sanitasi dasar yang memenuhi syarat dirumah tangga.
Menurut beberapa responden selama ini petugas kesehatan tidak pernah
mensosialisasikan kriteria sanitasi dasar yang memenuhi syarat.
Rendahnya
pengetahuan masyarakat dapat menjadi faktor predisposisi yang diwujudkan
kedalam tindakan masyarakat untuk tidak memperhatikan dan memenuhi sarana
sanitasi dasar yang memenuhi syarat. Hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo
(2010) yang mengatakan “pengetahuan merupakan domain terpenting terbentuknya
perilaku seseorang”. Kemungkinan kedua adalah kondisi sosial ekonomi masyarakat
yang rendah. Rendahnya status sosial ekonomi dapat menjadi faktor predisposisi
responden tidak dapat mengalokasikan pendapatan untuk memenuhi sarana sanitasi
dasar yang memenuhi syarat karena lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan
keluarga sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat azrul azwar (2006)
karakteristik manusia meliputi sosial ekonomi merupakan faktor yang dapat
membentuk perilaku seseorang.
Begitupun
sebaliknya responden dengan kategori sarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat
kemungkinan telah pertama mengetahui kriteria sanitasi dasar yang memenuhi
syarat yang bisa didapat dari akses informasi media cetak maupun elektonik
serta aktif bertanya kepetugas kesehatan. Informasi yang didapat tersebut
membentuk suatu pengetahuan yang diwujudkan kedalam tindakan untuk berperilaku
memenuhi sarana sanitasi dasar rumah tangga yang memenuhi syarat. Kemungkinan
kedua adalah tingginya status ekonomi berdasarkan pendapatan juga dapat
menjadi faktor predisposisi responden mampu mengalokasikan pendapatan umtuk
memenuhi kebutuhan sarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat.
2. Kejadian Infeksi Penyakit
Kulit
pada balita
Menurut
peneliti tingginya proporsi balita dalam kategori tidak terkena infeksi penyakit
kulit
di
desa Mulya Sari wilayah kerja Puskesmas Negri Agung Kabupaten Way Kanan tahun
2013
kemungkinan pertama disebabkan perilaku kesehatan ibu yang memperhatikan
kondisi personal hyegiene balita, berdasarkan wawancara bebas didapat lebih
banyak ibu yang tidak bekerja sehingga lebih banyak waktu untuk mengurus dan
memperhatikan kebersihan diri balita, kemungkinan yang kedua adalah tingginya
peran serta ibu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan posyandu untuk
memantau status gizi balita dengan melakukan penimbangan balita setiap bulan
secara teratur. status gizi balita yang baik dapat menjadi faktor
predisposisi imunitas tubuh baita pun meningkat dan tidak mudah mengalami
penyakit infeksi kulit. Hal ini sesuai dengan teori L. Blum dalam Notoatmodjo
(2010) yang menyatakan, derajat kesehatan sesorang dipengaruhi oleh perilaku
kesehatan dan faktor pelayanan kesehatan.
Begitupun
sebaliknya responden dengan kategori memiliki balita terkena dermatitis
kemungkinan pertama ibu kurang memperhatikan kondisi personal hyginene balita
dan kemungkinan kedua adalah rendahnya perilaku ibu dalam membawa balita keposyandu
secara teratur. Kedua faktor tersebut dapat menjadi faktor predisposisi balita
yang lebih banyak tinggal dalam sanitasi dasar yang tidak memenuhi syarat rentan
untuk mengalami infeksi penyakit kulit.
3. Hubungan
Sanitasi Dasar dengan Kejadian Infeksi Penyakit Kulit
Menurut
L Blum dalam Notoatmodjo (2010) faktor yang sangat mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat adalah faktor lingkungan meliputi sanitasi dasar rumah
tangga yang terdiri dari Indikator rumah tangga yaitu memiliki akses terhadap
air bersih, jamban sehat, dan kondisi rumah yang bersih.
Merujuk
pada teori diatas menurut peneliti terdapatnya hubungan yang bermakna antara
sanitasi dasar dengan terjadinya infeksi penyakit kulit pada
balita di
desa Mulya Sari wilayah kerja Puskesmas Negri Agung Kabupaten Way Kanan tahun
2013
disebabkan karena responden dengan sanitasi dasar yang tidak memenuhi syarat
akan terpapar oleh faktor risiko lingkungan yang tidak sehat seperti tidak
tersedianya air bersih, jamban tidak sehat dan kondisi rumah yang tidak sehat
sehingga akan mempermudah bakteri hidup yang menyebabkan balita rentan
mengalami infeksi
penyakit kulit.
Begitupun sebaliknya sanitasi dasar yang memenuhi syarat seperti tersedianya
Sarana Air Bersih, jamban dan tempat sehat yang baik dapat menjadi faktor
predisposisi bakteri
penyakit kulit
tidak mudah hidup dan berkembang biak sehingga besar kemungkinan baita dapat
terlindungi dari infeksi bakteri dermatitis tersebut.
Berdasarkan
tabel didapatkan hasil bahwa 60,8% atau 31 dari 51 responden dengan sarana
sanitasi dasar tidak memenuhi syarat memiliki Balita yang tidak terkena infeksi penyakit
kulit,
Sedangkan 9,4 atau 3 dari 32 responden dengan sarana sanitasi dasar memenuhi
syarat memiliki Balita yang terkena infeksi penyakit kulit.
Menurut
Iriannie Wijaya, 2005 balita merupakan kelompok rentan yang harus diperhatikan
kesehatannya hal ini disebabkan karena harus menghadapi berbagai ‘musuh’ yang
mengancam jiwa. Virus, bakteri, dan berbagai bibit penyakit sudah siap
menerjang masuk ke tubuh balita yang masih memiliki imunitas rendah.
Berdasarkan
teori diatas dapat dijelaskan menurut peneliti adanya responden dengan sarana
sanitasi dasar tidak memenuhi syarat memiliki Balita yang tidak terkena infeksi
penyakit kulit
dan
responden dengan sarana sanitasi dasar memenuhi syarat memiliki Balita yang
terkena infeksi
penyakit kulit
di
desa Mulya Sari wilayah kerja Puskesmas Negri Agung Kabupaten Way Kanan tahun
2013, kemungkinan
disebabkan karena sanitasi dasar bukan lah faktor utama penyebab terjadinya
dermatitis. Balita yang memiliki imunitas yang baik meskipun terpapar pada
sanitasi dasar yang tidak memenuhi syarat tidak mudah untuk mengalami
dermatitis, begitupun sebaliknya balita yang memiliki imunitas rendah disebabkan oleh
kurangnya asupan gizi pada balita. Hasil pengamatan peneliti terhadap balita
yang terkena infeksi penyakit kulit tetapi lingkungannya memenuhi syarat,
kondisi fisiknya menunjukkan kekurangan gizi, rambut kemerahan, dan badan kurus.
Asupan makanan yang mengadung gizi tinggi sanggat mempengaruhi daya tahan tubuh
balita terhadap serangan penyakit, hal ini disebabkan balita sudah tidak
mendapatkan lagi asupan ASI sebagai sumber gizi utama pada masa bayi yang
merupakan faktor utama pembentuk imunitas, bila kondisi gizi balita kurang baik
maka
rentan untuk mengalami dermatitis meskipun sarana sanitasi dasar memenuhi
syarat, hal ini disebabkan karena bakteri atau kuman penyebab dapat tumbuh dan
berkembang biak dilingkungan yang bersih dan sehat meskipun dalam jumlah yang
sedikit. Selain itu ada kemungkinan responden yang memenuhi syarat tetapi
memiliki balita terkena dermatitis disebabkan karena balita tertular oleh
balita lain yang mengalami infeksi penyakit kulit.
Bagi masyarakat
desa Mulya Sari perlu mengadakan kegiatan iyuran bergilir untuk menyediakan
sarana sanitasi dasar setipa rumah, guna menciptakan lingkungan yang sehat.
Dengan melakukan iyuran bergilir maka biaya pembuatan sanitasi dasar akan
terlaksana karena beban biaya akan tidak terlalu besar sehingga dapat
mewujudkan sarana sanitasi dasar yang sehat seperti sumur sebagai sumber air
bersih, jamban yang memenuhi sarat dan pembuangan air limbah serta tempat
sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
Diperlukan
peran serta petugas kesehatan untuk bekerja sama dengan masyarakat terutama ibu
yang memiliki balita untuk memperhatikan kesehatan lingkungan dan kesehatan
personal hygiene balita sebagai upaya pencegahan terjadinya infeksi penyakit
kulit.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Sanitasi
dasar pada masyarakat di desa Mulya Sari wilayah kerja Puskesmas Negri Agung
Kabupaten Way Kanan tahun 2013, sebagian besar tidak memenuhi syarat yaitu 51
orang (61,4%).
2.
Balita
di
desa Mulya Sari wilayah kerja Puskesmas Negri Agung Kabupaten Way Kanan tahun
2013, yang mengalami infeksi penyakit kulit sebanyak 23 balita (27,7%).
3.
Ada
hubungan sanitasi
dasar dengan terjadinya infeksi penyakit kulit pada balita di desa Mulya
Sari wilayah kerja Puskesmas Negri Agung Kabupaten Way Kanan tahun 2013. P
value = 0,007, OR = 6,237.
Saran
1.
Diharapkan
bagi masyarakat untuk memperhatikan dan memujudkan sarana sanitasi dasar yang
memenuhi syarat melalui upaya swasembada masyarakat seperti pengadaan jamban
sehat dan sumur gali dasa wisma
2.
Bagi
petugas kesehatan di Puskesmas Negri Agung dapat meningkatkan promosi kesehatan
yang lebih intensif khususnya unit program P2M tentang kriteria dan pentingnya
sanitasi dasar yang memenuhi syarat serta mensosialisasikan pentingnya
kunjungan balita keposyandu sebagai upaya yang pencegahan terjadinya infeksi
penyakit kulit.
3.
Dapat
melakukan studi lanjutan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
dermatitis seperti dukungan petugas kesehatan, sosial ekonomi dan pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta
: Rineka Cipta.
Chandra,
Budiman, 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC.
Children Allergy Center, 2009. Informasi
dan Edukasi Alergi pada Anak. dalam childrenallergyclinic.wordpress.com/ diakses tanggal 7
Sepetember, 2013.
Depekes,
RI, 2006. Profil Pengendalian Penyakit dan penyehatan Lingkungan.
Dalam www.depkes.go.id diakses tanggal 15
April, 2013.
Depeks,
RI, 2006. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
829/Menkes/SKVII/1999 tentang Persyaratan Rumah Sehat. Dalam www.depkes.go.id
diakses tanggal 15 April, 2013.
Dharmadji,
T.T, 2006. Antiinfeksi Topikal pada Pengobatan Dermatitis Bayi dan Anak.
Jakarta : FK UI
Dinkes
lampung, 2011. Profil Dinas Kesehatan Propinsi Lampung tahun 2011.
Lampung : Dinkes Lampung.
Dinkes,
Way Kanan, 2011. Program Penyehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit
Menular Kabupaten Way Kanan, 2011. Dinkes Kabupaten Way kanan.
Hassan,
Rusepno, 2005. Dermatitis Atopi dalam Buku Kuliah I Ilmu Kesehatan Anak FK
UI. Jakarta: FK UI
Hastono,
2007. Analisa Data Kesehatan. Jakarta: FKM UI
Helvi
Sabirin, 2011, Faktor – Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Ikan Kota
Bengkulu. Dalam http://id.scribd.com/doc/73443863/abstrak-helvi
Mubarak,
Wahid Iqbal dan Nurul Cayatin, 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : Salemba Medika.
Notoatmodjo,
Soekidjo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rienika
Cipta.
Notoatmodjo,
Soekidjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rienika
Cipta.
Puskesmas
Negri Agung, 2012. SP2TP Program Pemberantasan Penyakit Menular Puskesmas
Negri Agung. Waykanan : Puskesmas Negri Agung.
Soebaryo,
RW, 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Jakarta : FK UI
Suryo,
2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja
di PT Inti Pantja Press Industri . dalam
MAKARA, KESEHATAN, VOL. 11, NO. 2, DESEMBER 2007
Tim
Penyusun, 2013. Panduan Penulisan Skripsi. Pringsewu : STIKes Aisyah
Pringsewu.
Wistiani,
2001. Hubungan pajanan alergen terhadap kejadian alergi pada anak di Poliklinik
Umum Anak, Paru Anak, Telinga-Hidung-Tenggorok, Kulit-Kelamin, dan Mata RSUP
Dr. Kariadi Semarang. Dalam http://saripediatri.idai.or.id/
Zulkarnain,
2009. Dermatitis Atopik. Jakarta : FK UI
0 komentar:
Posting Komentar